Pemerintah Tidur? Rakyat Bangun Jembatan Sendiri di Pulau Wetar yang Terlupakan

Table of Contents
Maluku Barat Daya, Liputankeprinews.com – Di tengah gegap gempita pembangunan nasional yang kerap dipuja lewat narasi pencitraan, kenyataan pahit masih dialami warga Desa Eray, Pulau Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).

Setiap hari mereka harus bertaruh nyawa menyeberangi sungai tanpa jembatan permanen, hanya untuk pergi ke kebun atau mencari nafkah. Karena pemerintah tak kunjung hadir, warga akhirnya membangun sendiri jembatan darurat dari kayu dan bambu seadanya.

Jembatan itu dibangun dengan tenaga swadaya, bahan apa adanya, dan tanpa bantuan alat berat atau keahlian teknis. Bukan karena ingin, melainkan karena terpaksa.

Saat hujan deras, arus sungai meningkat tajam. Nyawa terancam hanyut, anak-anak harus digendong, orang tua dibopong, dan barang-barang panen diseberangkan satu per satu. Di negeri yang sudah 80 tahun lebih merdeka, warga Desa Eray masih berjuang memerdekakan diri dari keterasingan dan ketidakpedulian negara.

Janji Kampanye yang Menguap

Kondisi ini semakin menyayat hati karena hampir setiap kontestasi politik, para pemimpin datang membawa janji. Mereka bicara tentang pembangunan merata, kesejahteraan untuk semua rakyat, dan tidak ada rakyat yang tertinggal.

Namun, setelah duduk di kursi kekuasaan, rakyat kecil seperti warga Eray seakan tak lagi menjadi perhatian.

“Saya datang ke Desa Eray, kampung asal istri saya. Saya lihat sendiri bagaimana warga bertaruh nyawa setiap kali menyeberang sungai itu. Padahal mereka hanya ingin hidup layak. Ini sangat menyedihkan,” kata Amos Salkery, Sekretaris Cabang GMKI Tiakur, saat menyampaikan kesaksiannya kepada media ini, Minggu (21/09/2025).

Di tingkat nasional, ada Presiden Prabowo Subianto (Gerindra) dan Ketua DPR RI Puan Maharani (PDI Perjuangan). Di tingkat provinsi, ada Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa (Gerindra) bersama Ketua DPRD Maluku Benhur Watubun (PDI Perjuangan). Sementara di Kabupaten MBD, roda pemerintahan dipimpin Bupati Benyamin Thomas Noach (PDI Perjuangan) dan Ketua DPRD Petrus A. Tunay.

Ironisnya, semua berasal dari partai besar yang selalu mengangkat slogan pro-rakyat. Namun rakyat Desa Eray belum merasakan keberpihakan itu.

“Kami juga rakyat Indonesia. Kami ingin hidup selamat, bekerja dengan tenang, dan mengantar anak ke sekolah tanpa takut hanyut. Apa itu terlalu berlebihan untuk kami minta?” keluh salah seorang warga.




Panggilan Nurani untuk Negara

Kisah warga Desa Eray bukan sekadar cerita duka dari pelosok. Ia adalah seruan kemanusiaan dan cermin timpangnya perhatian negara terhadap rakyat di pinggiran.

“Bapak Presiden, Ibu Ketua DPR RI, Gubernur Maluku, para anggota DPRD Provinsi dan Kabupaten, lihatlah ke timur, bukalah mata dan hati. Jangan biarkan warga Desa Eray terus bertaruh nyawa hanya karena negara terlalu sibuk mengurus kota,” pinta Salkery.

Ia menutup keterangannya dengan pesan menyentuh:
“Bangunlah jembatan ini, bukan hanya untuk mereka menyeberang, tapi untuk menyeberangkan kita semua menuju kemanusiaan yang adil dan beradab.”


---

OR Media Mitra Redaksi 

Posting Komentar