Pengrusakan Kelapa Sawit PT. DJL Masuk Tahap Penyelidikan Polda Sultra, Kuasa Hukum: “Kami Tidak Akan Diam”
Table of Contents
Kendari, Liputankeprinews.com —
Aroma konflik antara kepentingan perkebunan dan pertambangan kembali menyeruak di wilayah Kabupaten Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Kali ini, giliran PT. Damai Jaya Lestari (DJL), salah satu perusahaan perkebunan kelapa sawit terbesar di Kecamatan Langgikima, yang menjadi korban dugaan pengrusakan lahan produktif miliknya.
Setelah surat somasi yang dilayangkan perusahaan tak mendapat respons, manajemen PT. DJL akhirnya memilih menempuh jalur hukum. Laporan resmi pun telah diterima oleh Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dan kini kasus tersebut tengah memasuki tahap penyelidikan.
Kuasa Hukum PT. DJL, Hasrun, membenarkan langkah hukum itu dilakukan sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan terhadap aset dan perjanjian kerja sama yang masih sah secara hukum.
“Benar, kami telah melaporkan kasus pengrusakan ini ke Polda Sultra pasca pemberian somasi. Saat ini sudah masuk tahap penyelidikan. Kami sebenarnya berharap ada itikad baik untuk menyelesaikan secara persuasif, tapi setelah menunggu berminggu-minggu tanpa respons, langkah hukum menjadi pilihan terakhir,” ungkap Hasrun kepada awak media.
Menurutnya, dasar kuat laporan tersebut adalah adanya kontrak kerja sama yang masih tersisa lebih dari delapan tahun antara perusahaan dan para pemilik lahan.
Lebih jauh, Hasrun menduga pengrusakan tersebut tidak berdiri sendiri. Ia menyoroti kemungkinan adanya kepentingan pihak pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang mencoba memanfaatkan situasi untuk membuka akses tambang dengan cara yang tidak semestinya.
“Kami menduga pengrusakan sawit ini terkait dengan kepentingan pemilik IUP yang ingin memperluas area tambang. Diduga ada iming-iming kepada pemilik lahan bahwa mereka akan dilindungi jika menumbang sawit milik kami,” ujarnya.
Ia menegaskan, tindakan itu merupakan perbuatan melawan hukum, karena PT. DJL tidak pernah memiliki hubungan kontraktual dengan pemilik IUP tersebut.
“Kami berkontrak dengan pemilik lahan, bukan dengan pemilik IUP. Jadi kalau ada janji atau kesepakatan di luar itu, kami tidak tahu-menahu dan itu bukan tanggung jawab kami,” tegasnya.
Hasrun juga menambahkan, perusahaan terbuka terhadap penyelesaian yang baik, namun menolak keras tindakan sepihak yang merugikan pihaknya.
“Kami tidak melarang kalau ada pemilik lahan yang sudah bosan dengan perusahaan kami, tapi ada cara-cara yang lebih elegan dan sesuai prosedur. Jangan menumbang diam-diam tanpa sepengetahuan kami,” tegasnya lagi.
Menutup keterangannya, Hasrun berharap proses hukum yang tengah berjalan dapat memberikan keadilan dan efek jera bagi pihak-pihak yang mencoba mengambil keuntungan dari konflik di lapangan.
“Kami berharap penyidik bekerja objektif. Jangan ada lagi masyarakat yang jadi korban bujuk rayu atau iming-iming dari pihak yang mengatasnamakan perlindungan. Kami tidak akan diam,” tutup Hasrun.
---
(Dapa).
Posting Komentar