Menguji Transparansi Dana Publikasi Diskominfo Lingga: Di Mana Akuntabilitas Anggaran Informasi Publik?
Table of Contents
Oleh: Ronny Juliari Sandi
Liputankeprinews.com
1. Pendahuluan
Transparansi dalam penggunaan anggaran publik adalah salah satu pilar utama dalam penyelenggaraan pemerintahan yang bersih. Setiap rupiah yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) wajib dipertanggungjawabkan secara terbuka. Namun, dalam praktiknya, tidak semua instansi menjalankan prinsip tersebut secara konsisten. Salah satu isu yang muncul di Kabupaten Lingga adalah keluhan sejumlah media terhadap mekanisme penyaluran dana publikasi oleh Dinas Komunikasi dan Informatika (Diskominfo).
Sejumlah media lokal menilai bahwa pola pembagian dana publikasi tidak dilakukan secara terbuka dan adil. Aduan ini mendorong perlunya kajian hukum dan jurnalisme kritis untuk melihat sejauh mana mekanisme yang diterapkan Diskominfo sejalan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keterbukaan informasi publik.
2. Fakta Permasalahan
Berdasarkan pemberitaan yang telah beredar, beberapa poin penting terkait persoalan ini antara lain:
1. Media tidak mendapatkan penjelasan jelas mengenai dasar perhitungan atau metode pembagian dana publikasi.
2. Tidak adanya SOP atau petunjuk teknis yang terbuka untuk umum terkait mekanisme kerja sama publikasi.
3. Keluhan media lokal yang merasa tidak diakomodir secara proporsional dibandingkan media lain.
4. Minimnya komunikasi resmi dari Diskominfo mengenai kriteria penerima dana publikasi.
Permasalahan ini memperlihatkan adanya celah dalam tata kelola informasi publik yang semestinya dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan, terutama media sebagai mitra pemerintah dalam penyebarluasan informasi.
3. Analisis Hukum
Permasalahan ini dapat ditinjau dari beberapa perspektif hukum dan peraturan yang berlaku:
a. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP)
UU KIP secara tegas mengatur bahwa:
Informasi terkait penggunaan anggaran publik merupakan informasi yang wajib diumumkan secara berkala,
Dan juga wajib diberikan apabila diminta oleh masyarakat atau badan publik lainnya.
Tidak adanya keterbukaan mengenai alur, mekanisme, maupun kriteria pembagian dana publikasi berpotensi melanggar prinsip keterbukaan informasi tersebut.
b. Prinsip Akuntabilitas dalam Pengelolaan APBD
Penggunaan dana publikasi yang melekat dalam anggaran Diskominfo termasuk kategori belanja jasa publikasi / diseminasi informasi.
UU Keuangan Negara, UU Pemerintahan Daerah, serta PP Nomor 12 Tahun 2019 menekankan bahwa:
Setiap belanja harus jelas peruntukannya, transparan, dan dapat diaudit,
Pengalokasian dana publik wajib melalui mekanisme perencanaan yang dapat diakses publik (misalnya via dokumen APBD atau SiRUP).
Jika mekanisme tidak dijelaskan ke media, hal ini menimbulkan pertanyaan soal akuntabilitas penggunaan anggaran.
c. Potensi Maladministrasi
Bila benar bahwa tidak ada keterbukaan terkait:
dasar penilaian media penerima dana,
daftar media yang diakomodir,
serta nominal yang dibagikan,
maka terdapat indikasi terjadinya maladministrasi berupa:
penyimpangan prosedur,
pelayanan yang tidak kompeten, atau
kelalaian memberikan informasi publik.
Ini bisa saja menjadi objek pemeriksaan Ombudsman.
4. Dampak terhadap Media dan Ruang Publik
Persoalan seperti ini tidak hanya berdampak pada media sebagai pihak yang berperan dalam menyampaikan informasi kepada masyarakat, tetapi juga berpengaruh pada kualitas demokrasi lokal.
Beberapa dampak yang muncul antara lain:
Terganggunya independensi media, ketika akses dana publikasi tidak merata.
Kerentanan munculnya konflik kepentingan, bila pembagian dana ditentukan berdasarkan kedekatan.
Kurangnya pemerataan informasi, karena media yang tidak mendapat dukungan bisa kesulitan menjalankan tugas jurnalistik.
Ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah daerah, akibat kurangnya transparansi.
5. Tinjauan Etika dan Profesionalisme
Selain tinjauan hukum, persoalan ini juga bersinggungan dengan etika tata kelola pemerintahan dan hubungan kemitraan media. Pemerintah daerah idealnya:
Menyediakan kriteria objektif dalam kerja sama publikasi,
Menjalankan pola komunikasi yang baik dengan seluruh media, bukan hanya media tertentu,
dan menjunjung prinsip keterbukaan sebagai bagian dari good governance.
Ketika hal-hal itu tidak dilakukan, hubungan pemerintah–media menjadi timpang dan rawan menciptakan ketidakadilan dalam ekosistem informasi.
6. Upaya Klarifikasi dan Hak Jawab
Sebagai bagian dari prinsip jurnalisme berimbang, diperlukan kesempatan bagi Diskominfo untuk memberikan penjelasan mengenai:
Sistem penyaluran dana publikasi yang sebenarnya,
Kriteria media yang layak menerima dukungan publikasi,
Daftar media yang telah bermitra dengan Diskominfo dalam tahun anggaran,
dan alasan terjadinya keluhan dari sejumlah media lokal.
Hak jawab ini penting untuk memberikan gambaran yang lebih utuh, sekaligus memperkuat transparansi.
7. Kesimpulan
Permasalahan transparansi dana publikasi Diskominfo Lingga merupakan isu penting yang menyangkut:
tata kelola keuangan daerah,
keterbukaan informasi publik,
akuntabilitas penggunaan APBD,
serta keadilan bagi media sebagai mitra resmi pemerintah.
Berdasarkan fakta dan analisis hukum, persoalan ini patut mendapat perhatian serius. Pemerintah daerah seyogianya menjadikan keluhan media sebagai momentum untuk memperbaiki mekanisme kerja sama publikasi, menyusun SOP yang lebih transparan, dan membuka akses informasi seluas mungkin kepada publik.
Dengan demikian, praktik pemerintahan yang jujur, terbuka, dan profesional dapat terwujud secara nyata demi kepentingan masyarakat.
---
Oleh: Ronny Juliari Sandi
Posting Komentar