Analisis Yuridis Penetapan Lokasi Prioritas Sedimentasi Laut di Kabupaten Karimun dan Potensi Pelanggaran Regulasi Lingkungan dan Kelautan

Table of Contents
Oleh: Samsul
Kabiro Liputankeprinews.com – Kabupaten Karimun


1. Pendahuluan

Penetapan tiga lokasi prioritas sedimentasi laut milik PT Fahreza Duta Perkasa berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Nomor 16 Tahun 2024 menimbulkan sorotan hukum dari berbagai pihak. Samsul, Kabiro Liputankeprinews.com sekaligus pemerhati isu pesisir, menyampaikan bahwa penetapan tersebut mengandung sejumlah persoalan hukum dan risiko lingkungan yang harus dikaji ulang.

Menurutnya, terdapat ketidakkonsistenan antara tujuan regulasi nasional dengan keputusan teknis di lapangan, khususnya terkait perlindungan ekosistem laut dan tata ruang wilayah pesisir Kabupaten Karimun.


2. Identifikasi Masalah Hukum

2.1 Ketidaksesuaian dengan PP 26 Tahun 2023

PP 26/2023 mengatur bahwa pengelolaan sedimentasi laut bertujuan:

melindungi kelestarian lingkungan,

memastikan daya dukung ekosistem pesisir,

dan mencegah kerusakan ruang laut.


Namun, lokasi yang ditetapkan justru berada dekat pesisir dan berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem.
Menurut Samsul, penetapan ini tidak sejalan dengan semangat PP 26/2023.


2.2 Pengecualian Wilayah: Dugaan Benturan Regulasi

Pasal 3 Ayat (1) regulasi turunan (Permen KP) mengatur bahwa pengelolaan sedimentasi dikecualikan pada:

1. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP),

2. Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan (DLKr),

3. Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKp).



Samsul menegaskan bahwa lokasi konsesi di Karimun:

berada di kawasan DLKr–DLKp Pelabuhan Pongkar,

beririsan dengan WIUP IUP Operasi Produksi timah (eks DU747),

sehingga berpotensi bertentangan dengan aturan pengecualian.


2.3 Putusan Mahkamah Agung No. 5P/HUM/2025

Putusan MA telah:

membatalkan ketentuan Pasal 10 ayat (2), (3), dan (4) PP 26/2023,

karena bertentangan dengan UU No. 32 Tahun 2014 tentang Kelautan.


Putusan ini menyebabkan kekosongan hukum, sehingga kegiatan sedimentasi laut belum memiliki dasar hukum yang kuat.

Menurut Samsul, hal ini wajib menjadi perhatian serius agar pemerintah daerah tidak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan putusan pengadilan tertinggi.


3. Dampak Hukum dan Lingkungan yang Diidentifikasi

3.1 Potensi Pelanggaran Tata Ruang (RTRW)

Lokasi prioritas berada di zona:

pemanfaatan pariwisata,

zona perairan budidaya,

zona pengaman pantai.


Jika kegiatan sedimentasi tetap dipaksakan, dapat terjadi:

konflik peruntukan ruang laut,

pelanggaran terhadap RTRW Kabupaten Karimun.


3.2 Ancaman terhadap Ekosistem Pesisir

Samsul menilai kegiatan ini dapat menimbulkan:

abrasi dan turunnya permukaan pasir,

kerusakan terumbu karang,

kerusakan hutan mangrove,

kerusakan tanggul Coastal Area.


Kerusakan ini berimplikasi pada potensi kerugian negara, mengingat Karimun adalah kawasan strategis lintas batas Singapura–Malaysia.


3.3 Kewajiban Volume 50 Juta m³: Potensi Ekstraksi Berlebihan

Permen KP No. 3 Tahun 2025 mensyaratkan minimal 50 juta m³ volume pembersihan sedimen.

Samsul menyebut angka tersebut:

tidak realistis,

dan dapat memperparah kerusakan,

serta menimbulkan “over-extraction” yang mengubah garis pantai dan batas maritim Indonesia.


3.4 Potensi Kejahatan Lintas Batas

Samsul menyoroti adanya potensi:

pencurian sedimen,

penghindaran pajak,

pengangkutan ilegal melalui jalur laut internasional.


Kegiatan sedimentasi skala besar di perbatasan sangat rawan dimanfaatkan aktor ilegal yang memanfaatkan lemahnya pengawasan laut.


4. Hak Masyarakat Pesisir dan Aspek Kompensasi

Samsul mengingatkan bahwa pemerintah tidak boleh hanya mengutamakan kepentingan bisnis.
Hak masyarakat pesisir — khususnya nelayan — harus dilindungi.

Ia menegaskan:

perusahaan wajib menjalankan kompensasi yang terukur,

menjalankan CSR lingkungan,

dan memastikan keberlanjutan ekonomi masyarakat.


5. Usulan Solusi dan Arah Kebijakan Hukum

5.1 Peninjauan Kembali Lokasi Prioritas

Samsul meminta pemerintah mempertimbangkan lokasi alternatif di luar kawasan prioritas yang rawan konflik hukum.

5.2 Kolaborasi dengan Pemilik IUP

Konsesi IUP Operasional Produksi memiliki material sedimen yang lebih layak secara teknis dan legal.

5.3 Revisi Kepmen KKP 16/2024

Revisi ini sebelumnya telah dibahas pada sosialisasi 22 Juli 2025.
Samsul berharap pemerintah mempercepat perubahan regulasi agar sejalan dengan putusan MA.

5.4 Pembentukan Payung Hukum Daerah

Karena:

potensi PAD sangat besar,

tetapi belum dapat dipungut karena belum ada aturan daerah yang mengatur pengelolaan sedimentasi laut.

Samsul meminta pemda membuat regulasi daerah sebagai legal basis.


6. Penutup

Samsul mengingatkan agar seluruh stakeholder menahan diri dari melakukan kegiatan apa pun yang melibatkan masyarakat, karena hingga kini belum ada kepastian hukum terkait pelaksanaan sedimentasi laut.

Ia kembali menegaskan:

semua proses harus tunduk pada Putusan Mahkamah Agung,

regulasi yang tumpang tindih harus diselaraskan,

dan perlindungan terhadap ekosistem pesisir adalah prioritas hukum dan moral.


Identitas Penulis.

Nama: Samsul
Jabatan: Kepala Biro (Kabiro) Liputankeprinews.com – Kabupaten Karimun
Jenis Tulisan: Karya Liputan Hukum
Media: Liputankeprinews.com
Tahun: 2025

Posting Komentar