Hut Kepri Ke-23: Kemakmuran Yang Dijanjikan Atau Kesengsaraan Yang Dirasakan?
Table of Contents
Opini, Liputankeprinews.com – Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) resmi memasuki usia ke-23 tahun. Di tengah gegap gempita perayaan hari jadi, muncul pertanyaan besar yang patut direnungkan bersama: apakah Kepri benar-benar telah mencapai kemakmuran yang dijanjikan, atau justru masyarakat masih berkutat dalam kesengsaraan yang dirasakan sehari-hari?
Mahasiswa UIN SUSKA Riau asal Kepri, Raja Pradigjaya, mengajak generasi muda untuk merefleksikan kembali janji kesejahteraan yang kerap digaungkan pemerintah. Menurutnya, usia ke-23 seharusnya menjadi momentum evaluasi, bukan sekadar ajang seremonial.
Potensi Besar, Masalah Tak Kunjung Usai
Sejak dimekarkan dari Provinsi Riau pada tahun 2002, Kepri menyimpan potensi luar biasa. Posisi strategis di jalur pelayaran internasional, kekayaan laut yang melimpah, serta kawasan industri seperti Batam dan Bintan semestinya menjadi modal besar untuk membangun kesejahteraan rakyat.
Namun di balik potensi itu, masih banyak persoalan mendasar yang belum terselesaikan. Raja menegaskan, “Ketimpangan pembangunan nyata terlihat. Pulau besar maju, sementara pulau kecil terlupakan.”
Ketimpangan Pembangunan
Kesenjangan antarwilayah begitu terasa. Batam, Tanjungpinang, dan Bintan menikmati kemajuan infrastruktur serta konektivitas digital, sementara pulau-pulau kecil masih berkutat dengan akses listrik terbatas, jaringan internet yang lemah, hingga layanan pendidikan dan kesehatan yang minim.
Kemiskinan dan Pengangguran
Pertumbuhan ekonomi Kepri memang tercatat positif, tetapi kemiskinan dan pengangguran tetap menghantui. Buruh di kota industri seperti Batam banyak yang kehilangan pekerjaan, sementara nelayan di pulau-pulau kecil kesulitan mencukupi kebutuhan hidup akibat hasil tangkapan menurun dan biaya hidup kian meningkat.
Menurut data BPS 2024, tingkat pengangguran terbuka Kepri masih di atas rata-rata nasional, dan mayoritas didominasi usia produktif. Minimnya pelatihan keterampilan dan terbatasnya lapangan kerja di luar sektor informal membuat masalah ini semakin kompleks.
Krisis Lingkungan: Eksploitasi yang Merugikan
Selain itu, kerusakan lingkungan menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan Kepri. Aktivitas penambangan pasir laut di sejumlah wilayah diduga memicu abrasi dan merusak ekosistem laut. Penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) dan pembalakan liar di kawasan hutan lindung juga memperparah kerusakan.
Sayangnya, penegakan hukum terhadap pelanggaran lingkungan dinilai masih lemah. Banyak laporan masyarakat tidak ditindaklanjuti dengan serius, sehingga kerusakan terus berlanjut tanpa solusi berarti.
HUT Kepri Harus Jadi Titik Balik
Memasuki usia ke-23, HUT Kepri seharusnya tidak hanya dirayakan dengan pesta dan seremonial, melainkan menjadi titik balik untuk memastikan keadilan pembangunan. Pemerintah dituntut benar-benar mendengarkan suara rakyat, terutama di pulau-pulau terluar, agar janji kemakmuran tidak hanya dinikmati segelintir wilayah.
Sebab pada akhirnya, usia hanyalah angka. Yang terpenting adalah sejauh mana kehadiran negara benar-benar dirasakan oleh seluruh masyarakat Kepri—dari pusat kota hingga pelosok pulau.
Catatan Akhir Liputankeprinews.com
Liputankeprinews.com meyakini bahwa pembangunan sejati adalah ketika kehadiran negara dirasakan secara adil oleh seluruh lapisan masyarakat. Kami berpihak pada kepentingan rakyat kecil, nelayan di pulau-pulau terluar, buruh di kawasan industri, hingga anak-anak yang berjuang mendapatkan akses pendidikan layak.
Di usia ke-23 tahun, Kepri harus membuktikan bahwa janji kemakmuran bukan sekadar retorika. Kesejahteraan sejati tidak boleh hanya menjadi milik kota besar, melainkan hak setiap warga, di pulau manapun mereka tinggal.
---
By. Raja Pradigjaya
(Redaksi).
Posting Komentar