Pemkab Lingga Mundur dari Tuan Rumah STQH XI Kepri 2025: Perlu Dipertanyakan, Efisiensi Anggaran atau Lemah Komitmen?
Daftar Isi
Lingga, LIPUTANKEPRINEWS.COM – Keputusan Pemerintah Kabupaten Lingga untuk tidak melanjutkan komitmen sebagai tuan rumah Seleksi Tilawatil Qur’an dan Hadist (STQH) XI Tingkat Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2025 menimbulkan tanda tanya publik. Pasalnya, status tuan rumah tersebut telah ditetapkan sejak Rakerda LPTQ Kepri tahun 2023 lalu di Kabupaten Karimun.
Melalui surat resmi yang diterima Pemprov Kepri, Pemkab Lingga menyatakan tidak dapat menyelenggarakan STQH XI dengan alasan efisiensi anggaran. Pernyataan ini tertuang dalam surat bernomor B/000/SETDA-UM/0869 tertanggal 9 Mei 2025. Sebagai tindak lanjut, Pemprov Kepri langsung mengambil alih dan memindahkan lokasi pelaksanaan ke Kota Tanjungpinang.
Namun demikian, publik patut mempertanyakan:
Apakah benar semata-mata efisiensi anggaran menjadi alasan utama? Atau ada faktor lain yang belum diungkap?
Kegiatan STQH bukan sekadar seremonial. Ini adalah ajang keagamaan yang menjadi bagian dari syiar Islam dan seleksi bibit unggul dalam tilawah dan pemahaman hadist. Mundurnya Pemkab Lingga dari tanggung jawab ini bisa dibaca sebagai indikasi lemahnya prioritas terhadap kegiatan keagamaan dan pembangunan karakter generasi Qur’ani di daerah.
Kinerja Pemkab Lingga pun patut ditelaah lebih lanjut.
Beberapa pihak menganggap bahwa bila efisiensi anggaran dijadikan alasan utama, maka seharusnya sudah dapat direncanakan jauh hari dan dikomunikasikan secara terbuka dalam forum bersama, bukan menjelang pelaksanaan.
Sejumlah tokoh masyarakat dan insan pers juga mengusulkan agar dilakukan audit terbuka atas penggunaan anggaran daerah di Lingga. Apakah benar terjadi defisit atau ada alokasi yang lebih besar kepada pos-pos yang kurang strategis?
Pemerintah provinsi sendiri tetap menjunjung tinggi semangat STQH dengan menjadikan Tanjungpinang sebagai lokasi baru, dan berharap partisipasi tetap optimal. Namun, konsistensi dan komitmen daerah terhadap agenda keislaman tahunan ini menjadi catatan penting ke depan.
Masyarakat patut tahu dan berhak bertanya:
Sejauh mana kesiapan anggaran Lingga sejak awal dicanangkan sebagai tuan rumah?
Apakah terdapat dinamika politik, internal birokrasi, atau manajemen keuangan yang tidak terpublikasi?
Apakah ini menunjukkan ketidaksiapan Pemkab dalam menyambut even berskala provinsi?
S.M. Junaidi, Ketua DPC Asosiasi Keluarga Pers Indonesia (AKPERSI) Kabupaten Lingga, turut menyoroti persoalan ini. Ia menyayangkan langkah Pemkab yang dinilai tergesa-gesa dan terkesan menghindari tanggung jawab moral terhadap syiar keagamaan.
“STQH bukan sekadar kegiatan lomba. Ini menyangkut marwah daerah, komitmen terhadap dakwah Islam, serta bagian dari tanggung jawab sosial pemerintah daerah. Jika alasan anggaran menjadi hambatan, semestinya sejak awal disampaikan terbuka ke publik, bukan menjelang pelaksanaan,” ujar Junaidi.
Ia menambahkan, sebagai bagian dari elemen kontrol Sosial, AKPERSI Lingga akan terus mendorong agar Pemkab membuka data penggunaan anggaran secara transparan.
“Kami minta Bupati Lingga dan jajarannya menjelaskan kepada publik secara terang. Jangan sampai publik menilai ini bentuk kegagalan manajerial dan lemahnya keberpihakan terhadap program keagamaan,” tegasnya.
Transparansi dan akuntabilitas publik sangat diperlukan. Tidak sekadar lewat alasan "efisiensi anggaran", tetapi harus dijelaskan secara terbuka agar tidak memunculkan kesan menyepelekan agenda penting keagamaan.
Opini ini adalah bagian dari kontrol sosial dan aspirasi publik yang dijamin oleh konstitusi. Semoga ke depan, agenda-agenda syiar Islam di Kepri mendapat komitmen yang lebih serius dari semua pihak.
(Redaksi).
#Lingga #Kepri
Posting Komentar