Ketum HMI MPO Desak Kejati Tetapkan Tersangka Dugaan Ilegal Mining PT ST Nikel Resources

Daftar Isi
  foto/;Indra Dapa Saranani Ketua (HMI MPO) Cabang Konsel

Konsel, LIPUTANKEPRINEWS.COM – Ketua Himpunan Mahasiswa Islam Majelis Penyelamat Organisasi (HMI MPO) Cabang Konawe Selatan, Indra Dapa Saranani, mendesak Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara segera menetapkan tersangka dalam kasus dugaan tambang ilegal yang dilakukan oleh PT ST Nikel Resources. Perusahaan tersebut dituding menggarap lahan ulayat milik masyarakat adat Pondidaha tanpa dasar hukum yang sah, serta melanggar Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960.

“Berdasarkan hasil investigasi kami di lapangan, PT ST Nikel Resources diduga telah menambang di atas puluhan hektare lahan masyarakat, tepatnya di stokpile dan front blok Site 01 Amonggedo. Aktivitas ini menghasilkan nikel hingga 9.000 ton per bulan, yang jelas-jelas menjadi kerugian negara,” ungkap Indra, Jumat (31/5/2025).


Ia menegaskan, pihaknya memiliki legalitas atas lahan ulayat yang dimaksud, berupa Surat Keterangan Penguasaan Tanah Adat sejak tahun 1987 yang ditandatangani Kepala Wilayah Pondidaha saat itu, Wuata Saranani. Selain itu, juga terdapat surat pernyataan waris yang telah dilegalisasi oleh Camat Pondidaha, sebagai bukti kuat kepemilikan masyarakat.

Namun, lanjut Indra, sampai saat ini laporan mereka belum ditindaklanjuti oleh Kejati Sultra. Ia menyayangkan adanya dugaan pembiaran yang dilakukan aparat penegak hukum terhadap aktivitas pertambangan ilegal tersebut.

“Kami sudah melaporkan hal ini ke Kejaksaan Tinggi Sultra. Namun hingga kini belum ada perkembangan yang jelas. Kami menduga kuat adanya intervensi dari oknum aparat yang membekingi perusahaan,” tegasnya.

Indra juga mendorong DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, Pemerintah Daerah Sultra, hingga DPR RI agar segera mengambil langkah konkret untuk mengevaluasi aktivitas PT ST Nikel Resources, mengingat persoalan ini menyangkut hak masyarakat dan kedaulatan hukum.

“Jika negara ini menjunjung supremasi hukum, maka keberadaan surat ulayat dan hak waris kami seharusnya menjadi dasar kuat untuk melindungi tanah masyarakat. Tapi kenyataannya, hukum seperti tumpul ke atas. Laporan kami diabaikan, dan tambang terus beroperasi seolah tak tersentuh,” ujar Indra kecewa.

Pihaknya mencurigai adanya keterlibatan oknum dari Balai Pelaksana Jalan Nasional (BPJN) serta aparat penegak hukum yang sengaja membiarkan aktivitas tersebut tetap berjalan tanpa hambatan.

“Bukan rahasia lagi, bahwa ada kekuatan ‘di belakang layar’ yang bermain. Kami akan terus melakukan aksi dan pelaporan hingga ke pusat bila perlu. Masyarakat adat tidak boleh terus-menerus jadi korban kerakusan tambang ilegal,” pungkasnya.


(Redaksi/liputankeprinews.com).

#Konaweselatan
#sultra

Posting Komentar