JPIP Demo di Disnakertrans Sultra, Beber Dugaan Pelanggaran Ketenagakerjaan oleh PT. RPM yang Disebut Milik Kades Morosi
Daftar Isi
Kendari, Liputankeprinews.com — Puluhan massa yang tergabung dalam Jaringan Pemerhati Investasi Pertambangan (JPIP) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Provinsi Sulawesi Tenggara. Aksi ini digelar sebagai bentuk protes terhadap PT. Rapika Putra Mandiri (RPM)—perusahaan outsourcing di bawah PT. Obsidian Stainless Steel (OSS)—yang diduga telah melakukan pelanggaran serius terhadap Undang-Undang Ketenagakerjaan dan UU BPJS.
Aksi berlangsung pada Selasa (3/6/2025) dengan membawa tuntutan agar Disnakertrans segera bertindak tegas terhadap PT. RPM, yang disebut-sebut milik seorang Kepala Desa aktif di Kecamatan Morosi.
Dugaan Pelanggaran Hak Pekerja
Koordinator Presidium JPIP, Habrianto, menyampaikan bahwa PT. RPM telah abai terhadap kewajiban normatif perusahaan dalam menjamin hak-hak tenaga kerja. Ia mengungkapkan bahwa hampir seluruh pekerja yang dipekerjakan oleh PT. RPM tidak didaftarkan sebagai peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
"Ini bentuk pembangkangan terhadap peraturan. Jamsostek adalah hak dasar yang dijamin oleh negara, sebagaimana diatur dalam Pasal 99 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan," tegasnya dalam orasi.
Habri juga menambahkan bahwa PT. RPM tidak mendaftarkan pekerjanya ke dalam program BPJS Ketenagakerjaan, padahal sesuai Pasal 15 ayat (1) UU BPJS, pemberi kerja wajib mendaftarkan dirinya dan seluruh pekerjanya ke dalam sistem BPJS secara bertahap.
"Dari hasil investigasi kami, perusahaan ini sudah lama beroperasi tanpa pernah mengindahkan aturan ketenagakerjaan, meskipun itu perintah undang-undang," ujarnya.
Sistem Retase Dinilai Eksploitatif
Selain tidak memenuhi kewajiban jaminan sosial, PT. RPM juga dinilai menjalankan sistem kerja yang merugikan buruh. Menurut JPIP, perusahaan tidak menggunakan sistem kontrak, melainkan sistem retase, di mana pekerja dibayar berdasarkan jumlah muatan atau ritase yang diangkut setiap hari.
“Sistem retase ini sangat eksploitatif. Pekerja harus mengejar target tanpa perlindungan asuransi. Bila terjadi kecelakaan, mereka harus menanggung sendiri semua risikonya,” kata Habri.
Tuntutan Tegas ke Disnakertrans dan PT. OSS
Atas temuan tersebut, JPIP mendesak Disnakertrans Sultra untuk segera melakukan inspeksi mendadak (sidak) dan memberikan sanksi tegas kepada PT. RPM. Mereka juga meminta agar Disnakertrans mengeluarkan rekomendasi penghentian seluruh aktivitas perusahaan tersebut serta mendorong pemutusan hubungan kerja sama antara PT. RPM dan PT. OSS.
“Disnakertrans tidak boleh diam. Ini bukan sekadar soal administratif, tapi menyangkut keselamatan dan hak dasar pekerja. Sesuai UU BPJS, pelanggaran semacam ini bisa dikenakan hukuman pidana hingga 8 tahun dan/atau denda Rp1 miliar,” tegasnya.
Tak hanya PT. RPM, JPIP juga menyoroti PT. Obsidian Stainless Steel (OSS) sebagai perusahaan utama yang dianggap lalai dalam mengawasi mitra outsourcing-nya.
“OSS harus diberi teguran keras karena membiarkan pelanggaran ini terus terjadi,” pungkasnya.
Respons Disnakertrans Sultra
Menanggapi aksi dan tuntutan tersebut, Plh. Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Sultra, Suhaeni Ibrahim, menyampaikan bahwa pihaknya akan segera menindaklanjuti aduan JPIP.
"Tadi saya sudah berkomunikasi dengan Ibu Asnia, Kabid Binwasnakertrans. Insya Allah beliau tiba dari Jakarta hari ini, dan kami akan segera mengagendakan ulang pertemuan bersama Pak Kadis dan JPIP," jelas Suhaeni.
Profil PT. RPM
Sebagai informasi, PT. Rapika Putra Mandiri (RPM) adalah perusahaan outsourcing yang bertanggung jawab atas pengadaan tenaga sopir dan pengangkutan di kawasan operasional PT. OSS. Perusahaan ini disebut-sebut dimiliki oleh Kepala Desa aktif di Kecamatan Morosi.
📌 [Dapa|Liputankeprinews.com]
🔖 #JPIP
#Ketenagakerjaan
#BPJS
#DisnakertransSultra
#PTOSS
#PT_RPM
#Liputankeprinews
Posting Komentar