Dugaan Korupsi Cukai Rokok Rp182,9 Miliar di FTZ Karimun Dinilai Ancam Stabilitas Ekonomi Daerah

Daftar Isi
    foto /; Ilustrasi Ancam Stabilitas Ekonomi Daerah

Karimun, LIPUTANKEPRINEWS.COM – Kasus dugaan korupsi cukai rokok di Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/FTZ) Karimun yang ditangani Kejaksaan Tinggi Kepulauan Riau, dengan nilai kerugian negara mencapai Rp182,9 miliar, mendapat sorotan tajam dari berbagai kalangan, termasuk akademisi dan pakar ekonomi.

Tegor, akademisi dari Universitas Karimun sekaligus peneliti di Pusat Riset dan Studi Masyarakat (PRISMA), dalam wawancaranya mengulas dampak ekonomi sistemik dari kasus tersebut.

Dampak Sistemik terhadap FTZ dan Kepercayaan Investor

"Kerugian negara sebesar Rp182,9 miliar ini bukan sekadar angka, tapi mencerminkan kegagalan dalam pengawasan fasilitas FTZ. Ini sangat mengganggu tujuan utama dari kawasan perdagangan bebas, yakni menarik investasi dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah melalui insentif fiskal," ujar Tegor, Jumat (17/5/2025).

Ia menekankan bahwa penyalahgunaan fasilitas pembebasan cukai dalam FTZ menciptakan krisis kepercayaan. “Ketika keistimewaan fiskal disalahgunakan, investor bisa kehilangan kepercayaan, dan kredibilitas kawasan ekonomi khusus ikut tercoreng,” katanya.

Distorsi Pasar dan Ketimpangan Persaingan Usaha

Dalam analisisnya, Tegor menilai praktik manipulasi cukai rokok tersebut menyebabkan distorsi pasar dan menciptakan persaingan tidak sehat. “Pelaku usaha yang bermain curang tentu akan unggul secara tidak adil dibandingkan pelaku usaha yang patuh. Ini sangat merusak ekosistem ekonomi lokal,” jelasnya.

Ia juga menyebutkan bahwa kerugian Rp182,9 miliar itu hanyalah ‘puncak gunung es’. “Ada kerusakan struktural dalam sistem insentif dan mekanisme pasar yang lebih besar dan tidak terlihat secara kasat mata,” tambahnya.

Efek Domino terhadap Pembangunan Daerah

Lebih lanjut, Tegor mengungkapkan bahwa kebocoran pendapatan negara berdampak langsung pada pembangunan daerah. “Dana yang hilang itu seharusnya bisa digunakan untuk membangun infrastruktur, meningkatkan layanan pendidikan, dan kesehatan bagi masyarakat Karimun,” ujarnya.

Menurut data PRISMA, potensi cukai rokok di kawasan FTZ Karimun sangat besar dan bisa menjadi sumber PAD (Pendapatan Asli Daerah) jika dikelola secara transparan dan akuntabel.

Rekomendasi Kebijakan dan Reformasi Pengawasan

Untuk mencegah kejadian serupa terulang, Tegor mengusulkan tiga langkah strategis:

1. Penguatan sistem pengawasan terpadu, melibatkan Bea Cukai, Pemerintah Daerah, serta lembaga pengawas independen.

2. Digitalisasi dan transparansi pelaporan FTZ, agar dapat diakses publik dan mendorong akuntabilitas.

3. Reformasi struktural dalam tata kelola FTZ, dengan penerapan prinsip good governance secara menyeluruh.


Dukungan terhadap Langkah Penegakan Hukum

Tegor juga mengapresiasi langkah Kejaksaan Tinggi Kepri yang telah menindak kasus ini secara serius. “Momentum ini sangat penting untuk mengevaluasi ulang pengelolaan kawasan FTZ di Indonesia. Penegakan hukum yang konsisten akan memulihkan kepercayaan publik dan dunia usaha,” tegasnya.

Ajakan Partisipasi Masyarakat dalam Pengawasan

Menutup wawancara, Tegor menghimbau seluruh elemen masyarakat Karimun dan Kepri untuk turut mengawal jalannya proses hukum. “Masyarakat bisa terlibat melalui pemantauan media, menghadiri sidang terbuka, hingga melaporkan dugaan penyimpangan,” tuturnya.

Ia juga menegaskan pentingnya edukasi publik tentang bahaya korupsi. “Korupsi bukan hanya pelanggaran hukum, tapi juga ancaman serius bagi kesejahteraan ekonomi masyarakat. Ini saatnya kita bangun kesadaran kolektif bahwa integritas dalam pengelolaan aset negara adalah harga mati,” pungkasnya.


(Samsul/Redaksi).

Catatan Redaksi: Kasus ini menjadi momentum penting untuk mendorong reformasi kawasan ekonomi khusus, khususnya di wilayah perbatasan strategis seperti Karimun. LIPUTANKEPRINEWS.COM akan terus mengikuti perkembangan proses hukumnya.


#FTZ #Karimun #Kajati #Kepri



Posting Komentar