Ketika Gelar Adat Jadi “Doorprize”, Rakyat Bertanya: Di Mana Harga Diri Melayu?

Table of Contents
Opini, Liputankeprinews.com - Beberapa hari terakhir, media sosial di Tanjungpinang seperti dibanjiri satu pertanyaan yang sama:
Kenapa LAM Kepri begitu rajin memberi gelar adat kepada pejabat luar, sementara pejuang tanah sendiri justru tidak pernah masuk dalam daftar?

Pertanyaan ini bukan lagi keluhan—ini peringatan.
Masyarakat mulai merasa bahwa marwah Melayu sedang diperdagangkan secara perlahan.

Pejuang Rempang Tak Dilirik, Pejabat Luar Disanjung

Sulit dipahami akal sehat:
Mereka yang mempertahankan tanah, kampung, bahkan harga diri Melayu di Rempang, tak pernah sekalipun terdengar akan diberi penghormatan adat.
Padahal merekalah yang berpeluh, berhadapan dengan tekanan, dan menyuarakan jeritan rakyat.

Sebaliknya, pejabat dari luar—yang sebagian masyarakat bahkan tidak tahu apa jasanya—malah disambut dengan selempang dan gelar adat.

Jika begini polanya, wajar masyarakat menyimpulkan:
Gelar adat bukan lagi penghargaan, tapi cendera mata seremonial untuk orang penting.


LAM Dianggap Seremonial: Salah Masyarakat atau Salah Lembaganya?

Warganet menyebut LAM hanya lembaga seremonial yang anggotanya sibuk di acara, bukan sibuk memperjuangkan rakyat.
Apakah ini fitnah? Tidak.
Ini adalah cermin dari apa yang terlihat publik.

LAM terlalu sering muncul saat seremonial, terlalu jarang terdengar saat rakyat butuh suara adat yang lantang.
Lembaga adat seharusnya menjadi benteng moral, bukan pelengkap acara penyambutan pejabat.

Kalau masyarakat sampai berkata “minim perjuangan untuk anak Melayu”, itu artinya ada jurang besar antara ekspektasi rakyat dan tindakan lembaga.

Dan jurang itu tidak muncul sendiri.
Ia muncul karena LAM tidak hadir di saat suara rakyat paling dibutuhkan.

Gelar Adat Tidak Boleh Jadi Tiket Mendekat ke Kekuasaan

Komentar warganet yang lebih pedas bahkan menuding bahwa gelar adat diberikan kepada mereka yang punya jabatan dan koneksi.
Ini memang komentar keras, tapi tidak muncul tanpa sebab.

Ketika gelar adat diberikan hampir setiap kali ada pejabat datang, sementara masyarakat tidak diajak memahami alasan dan prosesnya, maka public trust akan runtuh.

Kesakralan adat bisa hilang hanya karena keputusan-keputusan yang tampak seperti “penghormatan instan” kepada tamu penting.

Jika gelar adat dipakai untuk membangun kedekatan politik,
maka itu bukan adat — itu dagang marwah.

Dan jika suatu hari pejabat yang diberi gelar tersandung kasus, maka masyarakat akan memandang bukan hanya pejabatnya, tetapi lembaga adat yang mengangkatnya.

LAM Harus Kembali Ingat: Adat Tidak Boleh Jadi Mainan

Satu hal yang harus digarisbawahi:
Masyarakat bukan membenci adat.
Masyarakat bukan anti-LAM.
Yang mereka benci adalah ketika adat dipermainkan.

Adat Melayu berdiri di atas prinsip harga diri.
Apa jadinya kalau harga diri itu lebih mudah diberikan kepada pejabat luar daripada kepada pejuang lokal?

LAM harus ingat:
Adat bukan panggung seremonial.
Adat bukan alat diplomasi kekuasaan.
Adat bukan hadiah untuk mempermanis kunjungan pejabat.

Adat adalah marwah.
Dan marwah tidak bisa disematkan sembarangan.


Saatnya Berhenti Sibuk Mengarak Gelar, Mulailah Mengarak Keberanian

Jika LAM ingin kembali dihormati masyarakat, langkahnya hanya satu:
berpihak pada rakyat, bukan pada protokol.

Berikan gelar kepada mereka yang benar-benar berjuang.

Jelaskan secara terbuka setiap proses pemberian gelar.

Hentikan tradisi memberi gelar hanya karena jabatan.

Dengarkan kritik, jangan alergi dengan suara rakyat.


Rakyat Melayu itu lembut budi bahasanya.
Tapi jangan salah ! ketika marwahnya terusik, suaranya bisa lebih keras dari ombak Selat Malaka.

Hak Jawab

Opini ini disusun sebagai bentuk ekspresi jurnalistik yang dijamin oleh Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Apabila terdapat pihak yang merasa dirugikan oleh isi tulisan ini, redaksi memberikan kesempatan untuk menggunakan hak jawab sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 6 huruf c UU Pers.

Penyampaian hak jawab dapat dikirimkan secara tertulis melalui email resmi redaksi di: lkeprinews@gmail.com. Redaksi akan memuat hak jawab tersebut secara proporsional, tepat waktu, dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

---

(Redaksi).


Posting Komentar